Tidak dulu tidak sekarang, yang namanya kehormatan dan
kebanggaan adalah dua hal yang selalu dikejar pasukan pilihan dari kesatuan
manapun di dunia. Bagi mereka operasi militer yang tak mungkin di serahkan
kepada pasukan biasa adalah kehormatan dan kebanggaan. Sehingga, bagi reputasi
sebuah pasukan, yang namanya kepercayaan, kebanggaan dan kehormatan pastilah
segala–galanya.
Dalam lembaran sejarah kemiliteran Jerman, kita akan
mengikuti betapa membanggakan dan terhormatnya pasukan elit negeri ini tatkala
diberi kepercayaan berperang di berbagai Mandala Eropa. Mereka sadar,
kepercayaan seperti ini akan membuat kesatuan mereka semakin dikagumi sekaligus
disegani.
Alkisah, kepandaian membuka serangan serta semangat untuk
mencoba strategi baru membuat merka sulit dibendung lawan–lawannya. Operasi
militer paling legendaris yang pernah dilakukan adalah ketika berupaya
menggulung Perancis. Dengan cerdiknya merka lebih dulu memancing tentara
Perancis-Inggris bergerak ke wilayah utara untuk kemudian ditusuk dari arah
Timur.
Serangan Kilat(blitzkrieg) ala permainan catur ke wilayah
Perancis tersebut lahir dari kepala Jenderal Erich Von Mainstein. Namun,
prestasi Mainstein sendiri bukan satu-satunya catatan gemilang bagi pasukan
Jerman. Mereka masih memliki Jenderal-Jenderal pintar lain yang dikenal mandiri
dan sukses di lapangan. Katakan saja itu Heinz Guderian yang memimpin
GrossDeutchland Panzer Division. Lalu ada pula Erwin Rommel yang selain
memimpin 7th Panzer “Gespenster” Division juga dikenal sebagai
pendiri DAK (Deutsches Afrika Korps).
Maka tak heran ketika sekutu siap mendarat di Pantai
Normandia, yang begitu “dicari” Panglima Sekutu Jenderal Dwight D. Eisenhower
bukanlah Hitler, melainkan Rommel. Hitler hanyalah sekadar pengobar semangat,
sementara ancaman yang sesungguhnya ada di tangan Jenderal-Jenderal itu. Rommel
amat diperhitungkan karena pasukannya pernah menerobos Sekutu hingga ke
Cherbourg dan Selat Inggris (1940). Rommel jugalah yang menyelamatkan Italia di
Libya (1941).
Uniknya, Blitzkrieg bukanlah karya murni Tentara Jerman. Ide
serangan kilat ini justru muncul pertama kali dari kepala Liddell Hart, ahli
perang asal Inggris. Namun, bagi sementara pengamat kemiliteran, blitzkrieg
sendiri bukanlah satu-satunya faktor penentu keberhasilan Tentara Jerman. Masih
ada penentu lain yang membuat pasukan Jerman begitu Digdaya. Itu adalah berkat
darah dan naluri petarung warisan dari nenek moyang. Karena garis darah inilah
mereka lalu kerap dijuluki Bangsa Petarung.
Kebrutalan Celt
Hikayat tentang darah dan naluri penempur itu setidaknya bisa
dirunut dari catatan kebrutalan Bangsa Celt yang hidup di abad ke-2 Sebelum
Masehi. Nenek Moyang Bangsa Jerman ini begitu doyan perang dan gemar mencaplok
wilayah di sekitarnya. Catatan terhebat diukir pada tahun 4 dan 5 Sesudah
Masehi ketika Mereka mampu menumbangkan Kekaisaran Romawi yang begitu kuat.
Dibawah tangan besi Charlemagne, pada tahun 800, mereka lalu mendirikan Holy
Roman Empir. Wilayahnya amat luas, mencakup hampir seluruh bagian barat
Kontinen Eropa. Tetapi karena semangat bertarung yang tinggi, Kekaisaran ini
akhirnya tercabik-cabik sendiri.
Pada abad ke-18, Holy Roman Empire kembali bangkit setelah
kekuatan Kaisar Frederick dan Perdana Menteri Otto Von Bismarck berhasil
menundukkan Perancis, Austria, dan Prusia. Imperium rancangan Otto Von Bismarck
inilah yang kemudian disebut-sebut sebagai Reich Kedua atau basis Reich Ketiga
yang akan digelar Hitler. Itu Sebab Hitler tak merasa bersalah ketika ingin
mencaplok kembali Austria, Perancis, dan Russia (Prussia).
Memasuki abad ke-19, darah dan naluri petarung itu masih
terus begejolak. Keturunan Bangsa Celt ini bahkan mengotaki Perang Dunia 1 dan
tak mau begitu saja dinyatakan kalah oleh Sekutu. Meski Jutaan orang telah
tewas berlumuran darah, semangat untuk menguasai Eropa tetap tak terbendung.
Kejengkelan inilah yang selanjutnya meletupkan Perang Dunia Jilid 2.
Bagi Eropa, Perang Dunia 2 kemudian dikenang sebagai puncak
kebrutalan Bangsa Jerman. Selain merenggut 50 Juta korban jiwa, ironisnya
pertikaian ini juga menutup Riwayat Hitler, kroni, dan para Jenderalnya.
Sebagian besar mengakhiri hidup dengan cara bunuh diri. Lazimnya petarung,
bunuh diri lebih terhormat ketimbang menyerah.
GSG-9 dan KSK
Kini, meski PD 2 sudah berlalu lama dan kegiatan di dalam
Negeri lebih dipusatkan untuk memajukan perekonomian dan teknologi, gambaran
tentang Bangsa petarung samar-samar masih tampak. Hal ini bisa dilihat dari
citra pasukan Anti-Teroris Grenzschutz-gruppe-9 atau GSG-9. Tak percaya? Simak
saja komentar khusus yang pernah dilayangkan pasukan anti-teroris israel.
Bagi pasukan israel yang sama-sama dibekali darah petarung,
GSG-9 adalah pasukan anti-teroris terbaik di Dunia. Sedemikian kagumnya, Ulrich
Wegener – Salah seorang Pelopor GSG-9 bahkan pernah diundang khusus untuk
menyaksikan operasi pembebasan sandera paling klasik di Dunia, yang terjadi di
Entebe, Uganda. Bagi kedua Bangsa petarung, operasi pembebasan sandera boleh
jadi bak generator pemacu adrenalin dan kepuasan jiwa.
Para personel GSG-9 adalah petarung tangan kosong, pengguna segala
macam senjata, penjinak bom, dan pelempar pisau. Mereka mahir menggunakan
segala macam kendaraan termasuk helikpoter dan terlatih menangani pembajakan
udara di segala macam pesawat, kecuali pesawat Rusia. Prestasi paling gemilang
yang pernah diukir adalah ketika menangani pembajakan Boeing 737 Lufthansa LH-181
pada 18 Oktober 1977 di Mogadishu, Somalia.
Kala itu dalam operasi bersandi Magic Fire mereka berhasil
mengakhiri drama pembajakan terlama (lima hari) di Dunia hanya dalam waktu lima
menit. Setelah meledakkan peledak magnetis dan membrondongkan senapan MP-5,
keempat pembajak berhasil dilumpukan secara cepat. Ke-86 penumpang berikut
empat awak udara berhasil diselamatkan tanpa cidera berarti, kecuali kapten
pilot Jurgen Schumann yang terlanjur dibunuh pembajak. Benar-benar Blitzkrieg!
GSG-9 selanjutnya jadi rujukan pasukan anti-teroris Dunia.
Tak kurang dari personel Detasemen 81-Kopassus (kini Gultor) pernah berguru di
markas mereka di Hangelaar. Jerman juga memliki pasukan Elit Bundeswehr
Kommando Spezialkrafte atau KSK yang diyakini mewarisi pula ketrengginasan
nenek moyang. KSK tak lain adalah turunan Fallschirmjager, Pasukan Lintas Udara
AU Jerman pada Perang Dunia 2.
Personil GSG-9
Logo GSG-9
Personil KSK
Logo KSK
“ kampf bis zum letzten Mann und der Letzten Kugel… “
Bertempur sampai orang terakhir dan peluru terakhir… Begitulah kata-kata yang
dikobarkan Adolf Hitler tatkala menggelar Operasi Barbarossa pada 1941. Operasi
ini untuk menaklukan Rusia, kunci menuju Eropa yang lebih luas. Sadar sama saja
dengan membangunkan Raksasa tidur, Heinz Guderian sebenarnya tak yakin bisa
menaklukan Negeri yang sama-sama Brutal itu.
Tetapi Layaknya Petarung, Kata “tak mungkin” tak ada dalam
kamus mereka. Yang ada adalah Kebanggaan, Kehormatan, dan Serbu saja sampai
orang terakhir dan peluru terakhir. Menang harus, Kalah urusan nanti…(**)
Sumber : Edisi Koleksi Angkasa
Mohon izin copy, tks
BalasHapus